Debt to Equity Ratio Pajak Indonesia
Debt to Equity Ratio Pajak Indonesia
Dalam menjalankan sebuah bisnis, terkadang pengusaha harus melalui sebuah tahapan yang kita kenal dengan sebutan ekspansi dan akan membawa bisnis mereka menjadi lebih besar.
Namun, untuk melalui tahapan bisnis tersebut, mereka membutuhkan sebuah modal yang lebih besar dengan cara meminjam dari pemodal bisnis seperti perbankan, venture capital, atau investor lainnya.
Melihat hal tersebut, tentunya pebisnis handal tidak hanya ahli pada bidang usahanya tersebut, namun juga harus jeli dalam menghitung kapasitas utang piutang mereka.
Keputusan dalam mengambil pinjaman tersebut, harus dihitung berdasarkan kemampuan kita membayar dan akan lebih baik jika dibuat forecasting sehingga kita mengetahui kebutuhan modal yang sebenarnya kita perlukan.
Dikarenakan perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio) perusahaan berpengaruh dalam pelaporan pajak, maka Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-undang yang berlaku.
Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk memberi keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak.
Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio). Apabila perbandingan antara utang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat.
Dalam hal demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak, Undang-Undang ini menentukan adanya modal Terselubung.
Istilah modal disini menunjuk kepada istilah atau pengertian ekuitas menurut standar akuntansi, sedangkan yang dimaksud dengan “kewajaran atau kelaziman usaha” adalah adat kebiasaan atau praktik menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.
Debt to Equity Ratio Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK. 010/2015 tentang penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan, menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal paling tinggi sebesar empat banding satu (4:1).
Namun, peraturan tersebut memberikan pengecualian ketentuan perbandingan antara utang dan modal (4:1) kepada:
a. Wajib Pajak bank;
b. Wajib Pajak lembaga pembiayaan;
c. Wajib Pajak asuransi dan reasuransi;
d. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal; dan
e. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan
f. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.
Dalam hal besarnya perbandingan antara utang dan modal Wajib Pajak melebihi besarnya perbandingan yang sudah ditentukan, biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebagaimana dimaksud (4:1).
Biaya pinjaman sebagaimana dimaksud adalah biaya yang ditanggung Wajib Pajak sehubungan dengan peminjaman dana yang meliputi:
a. bunga pinjaman;
b. diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman;
c. biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan
perolehan pinjaman (arrangement of borrowings);
d. beban keuangan dalam sewa pembiayaan;
e. biaya imbalan karena jaminan pengembalian utang; dan
f. selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam mata uang asing sepanjang selisih kurs tersebut sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga dan biaya sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
Formula Debt to Equity Ratio Total Hutang / Total Ekuitas = DER |
Perusahaan yang memiliki DER di bawah 1.00 termasuk dalam kategori perusahaan yang sehat, karena memiliki utang yang lebih kecil dari modal yang dimiliki.
Penghitungan Perbandingan Utang Dan Modal Serta Biaya Pinjaman Yang Dapat Diperhitungkan Dalam Menghitung Penghasilan Kena Pajak
PT XXX merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur. Berdasarkan Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi yang disampaikan oleh PT XXX, diketahui hal-hal sebagai berikut:
1. Liabilitas (dalam juta Rupiah)
Liabilitas |
Posisi per 31 Desember |
|
Tahun 2016 |
Tahun 2015 |
|
a. Utang Dagang i. Interest Bearing ii. Non-Interest Bearing |
810.000 700.000 |
800.000 600.000 |
b. Pinjaman Tanpa Bunga dari XXX Ltd (Pihak Yang Memiliki Hubungan Istimewa) |
50.000 |
50.000 |
c. Utang Jangka Pendek i. Utang kepada PT ABC (Pihak Yang Memiliki Hubungan Istimewa) |
725.000 |
800.000 |
d. Utang Jangka Panjang: i. Utang kepada PT JKL ii. Utang kepada WWW Co. Ltd. |
660.000 1.970.000 |
900.000 2.500.000 |
2. Ekuitas (dalam juta Rupiah)
Ekuitas |
Posisi per 31 Desember |
|
Tahun 2016 |
Tahun 2015 |
|
Modal Saham |
150.000 |
150.000 |
Agio Saham |
110.000 |
110.000 |
Laba Ditahan |
475.000 |
425.000 |
3. Penghasilan bruto sebesar Rp20.000.000.000.000,00.
4. Biaya pinjaman (biaya bunga dan biaya terkait lainnya) sebesar Rp 228.000.000.000,00 terdiri dari:
a. biaya pinjaman kepada PT. ABC sebesar Rp 96.000.000.000,00;
b. biaya pinjaman kepada PT. JKL sebesar Rp 20.660. 000.000,00;
c. biaya pinjaman kepada WWW Co. Ltd sebesar Rp 100.575.000.000,00 dan
d. biaya pinjaman atas Utang Dagang (Interest Bearing) sebesar Rp 10.765.000.000,00.
Baca Juga : Metode Pooling of Interest Pada Akuntansi Pajak
Penghitungan perbandingan utang dan modal (Debt to Equity Ratio/DER) berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut:
Penghitungan saldo rata-rata utang:
Saldo rata-rata utang dihitung berdasarkan rata-rata saldo utang tiap akhir bulan selama tahun pajak 2016 sebagai berikut:
Bulan |
Saldo Akhir Bulan (dalam Juta Rupiah) |
||||
Utang ke PT. ABC |
Utang ke PT. JKL |
Utang ke WWW Co Ltd |
Utang Dagang (Interest Bearing) |
Jumlah |
|
Januari |
800.000 |
900.000 |
2.500.000 |
800.000 |
5.000.000 |
Februari |
750.000 |
900.000 |
2.500.000 |
790.000 |
4.940.000 |
Maret |
750.000 |
900.000 |
2.500.000 |
750.000 |
4.900.000 |
April |
750.000 |
900.000 |
2.500.000 |
820.000 |
4.970.000 |
Mei |
740.000 |
900.000 |
2.500.000 |
850.000 |
4.990.000 |
Juni |
740.000 |
900.000 |
2.500.000 |
720.000 |
4.860.000 |
Juli |
740.000 |
660.000 |
1.970.000 |
800.000 |
4.170.000 |
Agustus |
740.000 |
660.000 |
1.970.000 |
810.000 |
4.180.000 |
September |
725.000 |
660.000 |
1.970.000 |
845.000 |
4.200.000 |
Oktober |
725.000 |
660.000 |
1.970.000 |
860.000 |
4.215.000 |
November |
725.000 |
660.000 |
1.970.000 |
805.000 |
4.160.000 |
Desember |
725.000 |
660.000 |
1.970.000 |
810.000 |
4.165.000 |
Rata-Rata |
742.500 |
780.000 |
2.235.000 |
805.000 |
4.562.500 |
Jumlah saldo rata-rata utang PT. XXX tahun 2016 = Rp 4.562. 500.000.000,00
Baca Juga : Pedoman Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Penghitungan saldo rata-rata modal:
Saldo rata-rata modal dihitung berdasarkan rata-rata saldo modal tiap akhir bulan selama tahun pajak 2016 sebagai berikut:
Bulan |
Saldo Akhir Bulan (dalam Juta Rupiah) |
||||
Modal Saham |
Agio Saham |
Laba Ditahan |
Pinjaman Tanpa Bunga dari XXX Ltd |
Jumlah |
|
Januari |
150.000 |
110.000 |
425.000 |
50.000 |
735.000 |
Februari |
150.000 |
110.000 |
425.000 |
50.000 |
735.000 |
Maret |
150.000 |
110.000 |
575.000 |
50.000 |
885.000 |
April |
150.000 |
110.000 |
300.000 |
50.000 |
610.000 |
Mei |
150.000 |
110.000 |
300.000 |
50.000 |
630.000 |
Juni |
150.000 |
110.000 |
600.000 |
50.000 |
930.000 |
Juli |
150.000 |
110.000 |
400.000 |
50.000 |
730.000 |
Agustus |
150.000 |
110.000 |
400.000 |
50.000 |
690.000 |
September |
150.000 |
110.000 |
700.000 |
50.000 |
990.000 |
Oktober |
150.000 |
110.000 |
400.000 |
50.000 |
690.000 |
November |
150.000 |
110.000 |
400.000 |
50.000 |
710.000 |
Desember |
150.000 |
110.000 |
475.000 |
50.000 |
785.000 |
Rata-Rata |
150.000 |
110.000 |
450.000 |
50.000 |
760.000 |
Jumlah saldo rata-rata modal PT. XXX tahun 2016 = Rp760.000. 000.000,00
Besar DER = Rp4.562.500.000.000,00 : Rp760.000. 000.000,00 = 6: 1
Penghitungan biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut:
Besar DER paling tinggi yang diperkenankan = 4: 1
Biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak = 4/6 x biaya pinjaman dari masing-masing utang, yaitu Rp 152.000.000.000.000,00; dengan penghitungan sebagai berikut:
(Dalam Juta Rupiah)
Jenis Utang |
Saldo Rata-Rata Utang |
Biaya Pinjaman |
Biaya Pinjaman yang dapat Diperhitungkan |
Utang kepada PT ABC |
742.500 |
96.000 |
64.000 |
Utang kepada PT JKL |
780.000 |
20.660 |
13.773 |
Utang kepada WWW Co. Ltd. |
2.235.000 |
100.575 |
67.050 |
Utang Dagang (Interest Bearing) |
805.000 |
10.765 |
7.177 |
Total |
4.562.500 |
228.000 |
152.000 |
Mengingat bahwa utang kepada PT ABC merupakan utang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa, maka biaya pinjaman terkait utang kepada PT. ABC sebesar Rp 64.000.000.000,00 yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini harus pula memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Maksud diadakannya ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.
Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.
Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).
Baca Juga : Harga Perolehan dan Nilai Perolehan Pajak
Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan.
Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.
Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak.